top of page

Privilege Finansial
dan
IMPLIKASINYA TERHADAP FASILITAS PENDIDIKAN 

Aliya Putri

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mendapatkan pendidikan yang layak, banyak yang harus dipersiapkan, terutama terkait finansial. Hal ini berlaku terlebih ketika ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi setelah tamat sekolah menengah. Pendidikan tinggi di tingkat nasional maupun internasional mengharuskan kita untuk membayar biaya dan fasilitas pendidikan dengan nilai yang cukup besar, meskipun jumlah yang dibayarkan tidak selalu sama. Tak menjadi hal yang mengherankan jika sejumlah orang memiliki banyak pertimbangan saat ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi karena terlilit biaya. Sebagian orang mengkaji pilihan yang tersedia untuk mereka, baik menunda kuliah demi bekerja terlebih dahulu untuk mengumpulkan uang, merelakan waktu santai mereka untuk kuliah dan bekerja di saat yang bersamaan, hingga ada yang memilih untuk tidak kuliah dan memutuskan untuk langsung bekerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (2021), Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi pada tahun 2020 hanya sejumlah 30,85 persen.

 

Di samping pendidikan formal, berbagai dukungan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan demi meningkatkan peluang keberhasilan pendaftaran kuliah seperti kursus bahasa asing maupun konsultasi persiapan ujian terstandar dan beasiswa kerap dibutuhkan. Semua opsi tersebut tentunya menuntut kita untuk mempersiapkan biaya lebih yang biasanya tak kalah mahal dengan biaya pendidikan formal. Hal ini menjadi ironis apabila diselingi dengan kesadaran bahwa setiap orang tidak pernah mendapatkan kesempatan dan hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Lagi-lagi, standar hidup keluarga dari calon pelajar memainkan peran yang besar terkait hal ini, di mana semakin banyak kekayaan yang dimiliki, semakin banyak pula jumlah dukungan yang dapat diperoleh.

 

Selebihnya, keuntungan keuangan yang dimiliki serta kemampuan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan akibat keuntungan tersebut juga mempengaruhi prospek karier dan kesempatan yang tersedia bagi seorang sarjana setelah lulus. Sebagai contoh, di antara dua orang yang sepertinya memiliki semangat belajar yang sama, salah satu yang dilimpahi dengan kekayaan yang lebih akan lebih mungkin untuk memperoleh pendidikan dengan kualitas yang lebih baik dari orang yang lainnya, misalnya, dengan bersekolah di lembaga pendidikan nasional dan internasional terbaik dengan memanfaatkan keuntungan dari kondisi keuangan mereka. Akibatnya, lebih mudah bagi mereka untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, mendapatkan lebih banyak keterampilan berharga, dan akhirnya, mendapat kesempatan kerja yang lebih baik, seperti bekerja untuk sebuah perusahaan ternama (Subroto, 2014). Sementara itu, orang lain yang tidak memiliki privilege yang sama harus berpuas diri dengan sekolah yang seadanya saja, dan ketika lulus pun masih harus berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

 

Jika dianalisis, mereka yang memiliki kekayaan yang lebih dibandingkan orang lain lebih dapat fokus dalam belajar dan mengoptimalkan kualitas diri mereka tanpa harus mengkhawatirkan kebutuhan yang lebih bersifat fisik, sementara mereka yang tidak memiliki hal yang sama mungkin harus menghabiskan sebagian waktu mereka untuk hal-hal lainnya, termasuk bekerja, membantu orang tua, maupun mencari penghasilan tambahan lainnya sehingga kurang maksimal untuk mengembangkan potensi diri mereka.

 

Perbedaan kesempatan yang tersedia akibat ketidaksetaraan distribusi kekayaan dalam suatu ekonomi seperti di atas merupakan suatu siklus berbahaya yang bersifat turun-temurun, yang dapat terus terjadi jika tidak terdapat intervensi. Kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan dalam berbagai tingkat, sebagaimana Poed dalam Filho et.al. (2020) sebut sebagai Multi-Tiered Systems of Support (MTSS) sangat dibutuhkan. Diharapkan jika generasi yang akan datang, terutama yang mengalami tantangan dalam hal ekonomi, akan dapat lebih mudah memperoleh pendidikan tinggi, sehingga kesenjangan dalam pendidikan dan juga ketimpangan ekonomi bisa diatasi.

Referensi

​

Badan Pusat Statistik. (2021). Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) Menurut Jenis Kelamin 2018-2020. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/28/1446/1/angka-partisipasi-kasar-apk-perguruan-tinggi-pt-menurut-jenis-kelamin.html.

 

Filho, W. L., Azul, A. M., Brandli, L. L., Özuyar Pinar Gökçin, Wall, T., & Poed, S. (2020). Social Inclusion and Equal Access to High-Quality, Inclusive Education. In Quality Education. essay, Springer. 

 

Subroto, Gatot. (2014). Hubungan Pendidikan dan Ekonomi: Perspektif Teori dan Empiris. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 20(3), 390-405. https://doi.org/10.24832/jpnk.v20i3.318.

Edited by Mochamad Maulia Giffary and Vanessa Michaela Jaya. 

bottom of page