top of page

Tingkat Pengembalian dan Suku Bunga:
YANG HARUS KAMU TAHU UNTUK MENGERTI PEROLEHAN DARI INVESTASI OBLIGASIMU 

Mochamad Maulia Giffary

Setiap hari, jumlah investor muda di Indonesia semakin meroket. Statistik dari Bursa Efek Indonesia mengungkapkan bahwa dalam periode satu tahun hingga Februari 2021, telah terjadi kenaikan jumlah investor dalam rentang usia 18-25 lebih dari 50% (Utami, 2021). Banyak investor pendatang baru memulai dengan membeli aset yang relatif lebih rendah risikonya – sebuah pilihan bijak untuk dilakukan selagi menambah pemahaman tentang cara pasar keuangan bekerja. Oleh karena itu, sering ditemukan investor pemula yang membeli berbagai jenis sekuritas pendapatan tetap (kerap disebut surat hutang atau obligasi), yang umumnya dikenal dengan tingkat risiko yang rendah dibandingkan aset-aset di pasar modal.

​

Peningkatan antusiasme dalam membuka saluran pendapatan pasif juga beriringan dengan semakin maraknya pencarian informasi tentang dasar-dasar investasi. Salah satu informasi yang paling penting adalah cara untuk menilai perolehan yang seseorang dapat perkirakan untuk didapatkan ketika memegang suatu instrumen keuangan – sebuah langkah awal penting ketika mempertimbangkan apakah risiko membeli sebuah sekuritas secara realistis sepadan dengan keuntungan yang dapat diharapkan. Terkait instrumen hutang, beberapa istilah yang kerap didengar ketika membicarakan arus kas ketika memegangnya ialah suku bunga dan tingkat pengembalian. Secara awam, kedua istilah tersebut terlihat sama. Akan tetapi, apakah hal itu benar? Artikel ini menjelaskan kedua istilah yang sering membuat banyak orang terkecoh dan bagaimana cara menggunakannya ketika menilai performa dari suatu obligasi.

​

Mari kita mulai dengan tingkat pengembalian! Apa arti istilah tersebut? Pengembalian adalah keuntungan dari investasi – dengan kata lain, hadiah yang kita dapatkan dari berinvestasi (Smart & Zutter, 2019). Pengembalian menunjukkan seberapa baik bagi seseorang untuk memegang obligasi atau aset finansial lain dalam periode tertentu, dan tingkat pengembalian merupakan ukuran kuantitatif dari hal tersebut (Mishkin & Eakins, 2018). Penting untuk disebutkan bahwa tidak semua investasi menjamin pengembalian. Walaupun Anda hampir pasti untuk memperoleh pengembalian dari simpanan deposito di bank yang dijamin pemerintah, Anda tidak bisa terlalu yakin terhadap prospek tersebut ketika meminjamkan uang kepada teman (Smart & Zutter, 2019).

​

Ketika Anda berinvestasi secara langsung melalui perantara (dan bukan menggunakan jasa perusahaan investasi seperti reksa dana atau dana pensiun), pengembalian Anda secara umum akan terbagi menjadi dua komponen: pendapatan dan keuntungan modal. Kita dapat mengartikan pendapatan sebagai besarnya uang yang kita, pemegang aset, dapatkan dari penerbit aset tersebut. Berdasarkan jenis sekuritasnya, pendapatan dapat terealisasi dalam dua bentuk: dividen untuk saham dan bunga untuk obligasi. Di sinilah hubungan antara suku bunga dan tingkat pengembalian terjadi. Bunga adalah biaya dari meminjam uang atau harga yang harus dibayar dalam peminjaman dana (Mishkin & Eakins, 2018). Suku bunga menunjukkan biaya tersebut sebagai sebuah persentase per tahun, walaupun dalam kenyataannya, sistem pembayaran bunga dapat sangat beragam berdasarkan jenis obligasinya.

​

Salah satu jenis suku bunga yang paling sering digunakan ialah imbal hasil hingga jatuh tempo, yaitu suku bunga yang menyamakan nilai sekarang dari setiap arus kas suatu instrumen hutang dengan nilai instrumen tersebut saat ini. Misalnya, sebuah surat hutang sederhana yang dibeli hari ini dengan harga Rp 1.000.000,- dan jatuh tempo tepat tahun depan dengan pembayaran sebesar Rp 1.100.000,- memiliki imbal hasil hingga jatuh tempo 10% (100% × [1,100,000 – 1,000,000] / 1,000,000). Cara perhitungan imbal hasil hingga jatuh tempo yang lebih rumit berlaku bagi jenis-jenis sekuritas pendapatan tetap lainnya, tetapi aturan umum dalam definisi istilah tersebut selalu berlaku.

​

Komponen penting lain dari pengembalian ialah keuntungan modal. Untuk memahami konsep ini, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sepanjang periode menuju jatuh tempo, sebuah surat hutang dapat dijual kepada investor lainnya. Sebagaimana yang berlaku bagi barang dan jasa yang lain, sistem pasar mempengaruhi harga dari sebuah instrumen hutang pada satu waktu tertentu. Misalnya, mungkin, setelah memegang obligasi kupon seharga Rp 1.000.000,- dan memiliki suku bunga tahunan 10% selama dua tahun, Anda mengetahui bahwa harga surat hutang tersebut naik dan menjualnya dengan harga Rp 1.300.000,-. Dalam transaksi tersebut, Anda akan memperoleh keuntungan modal sebesar Rp 300.000,- (1.300.000 – 1.000.000). Akan tetapi, ada pula saat di mana harga surat hutang menurun dan pada saat-saat tersebut, Anda hanya bisa menjualnya dengan harga yang lebih rendah daripada ketika membelinya – ketika hal ini terjadi, Anda justru akan memperoleh kerugian modal.

Perhatikan bahwa pada kasus terakhir, Anda juga akan memperoleh sejumlah porsi bunga karena sebelum surat hutang yang Anda miliki dijual (senilai Rp 200.000,-, yaitu 10% × 1.000.000 untuk dua tahun). Jumlah dari seluruh bunga yang didapatkan dan keuntungan modal yang diperoleh dari penjualan surat hutang sama dengan pengembalian dari investasi Anda – dalam kasus tersebut, 300.000 + 200.000 = Rp 500.000. Artinya, tingkat pengembalian menunjukkan persentase pengembalian surat hutang terhadap harga beli yang dibayar. Pada kasus di atas, tingkat pengembaliannya adalah 500.000 / 1.000.000 = 50%.

​

Dengan demikian, jelas sekarang bahwa suku bunga dan tingkat pengembalian tidaklah sama. Bunga dari suatu obligasi sebenarnya adalah bagian dari pengembaliannya sebelum mempertimbangkan dampak mekanisme pasar terhadap surat hutang tersebut pada satu waktu sebelum jatuh tempo. Meskipun terdapat sistem yang berbeda dari pembayaran bunga untuk jenis surat hutang selain obligasi kupon di atas, aturan umum terkait perhitungan pengembalian tetap berlaku. Dengan pemahaman ini, Anda sekarang bisa menilai seberapa baik performa sebuah surat hutang ketika mulai berinvestasi.

Referensi

​

Mishkin, F. S., & Eakins, S. G. (2018). Financial Markets and Institutions. Pearson. 

​

Smart, S. B., & Zutter, C. J. (2019). Fundamentals of investing. Pearson. 

​

Utami, D. N. (2021, February 23). Pecah Rekor! Jumlah investor Muda Tertinggi sepanjang Sejarah Bursa: Market. Bisnis.com. https://market.bisnis.com/read/20210223/7/1359977/pecah-rekor-jumlah-investor-muda-tertinggi-sepanjang-sejarah-bursa.

bottom of page