top of page

Kesenjangan Ekonomi
dan
 KEMUNGKINAN DAMPAKNYA TERHADAP INDONESIA 

Savira Auliyah

Screen Shot 2021-07-09 at 22.02.58.png

Ketimpangan ekonomi dapat didefinisikan sebagai disparitas antara kekayaan dan pendapatan individu (Fontinelle, 2020), dan disparitas tersebut juga memperburuk kesenjangan sosial yang sudah ada di dalam masyarakat. Kondisi ini juga tentunya membawa banyak ketidakpastian bagi masyarakat; hal tersebut tidak mengecualikan masyarakat Indonesia. Data yang diterbitkan oleh Credit Suisse pada tahun 2014 menunjukkan bahwa distribusi kekayaan di Indonesia cenderung condong ketika dibandingkan dengan negara lain, yang menunjukkan kesenjangan yang sangat besar kaum Top 1%, atau 1% orang terkaya di Indonesia, dan masyarakat lainnya dianggap sangat besar. Dalam hal ini, posisi Indonesia hanya dilampaui oleh Thailand dan Rusia. Selebihnya, kesenjangan antara komunitas terkaya dan masyarakat umum di Indonesia dinilai meningkat dengan lebih pesat ketika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara (Booth, 2020). 

 

Akar masalah dari ketimpangan ekonomi ini adalah adanya jebakan kemiskinan, yang juga dikenal sebagai lingkaran setan kemiskinan. Walaupun kerja keras tentunya merupakan salah satu faktor penting untuk meraih kesuksesan, tidak sedikit orang yang merasa bahwa kerja keras adalah satu-satunya faktor yang menentukan kesuksesan seseorang. Hal ini bisa menyebar kesalahpahaman bahwa komunitas yang tinggal dalam keadaan kurang mampu tidak bekerja dengan cukup keras. Nyatanya, orang yang lahir ke keluarga yang berpenghasilan rendah sudah berada di keadaan yang merugikan, karena keluarga tersebut kemungkinan besar tidak mampu membiayai pendidikan tingkat tinggi. Akibatnya, tidak jarang bagi anak muda dari keluarga kurang mampu untuk tidak menyelesaikan pendidikan mereka, karena mereka langsung bekerja sebelum menerima ijazah untuk mendukung keluarga mereka secara finansial. Situasi ini akan berdampak komunitas tersebut secara negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak langsung dari ketimpangan ini adalah meningkatnya kasus masalah kesehatan dan sosial, yang juga bisa menyebabkan ketidakstabilan politik.

Chart One

Meningkatnya kasus masalah kesehatan dan sosial 

Richard Wilkinson dan Kate Pickett, yang merupakan peneliti berasal Inggris, telah menemukan bahwa tingkat masalah kesehatan dan sosial (termasuk penyakit mental, penggunaan narkoba, pembunuhan, dan lain sebagainya) lebih tinggi di dalam negara-negara dengan ketidaksetaraan yang lebih tinggi. Meskipun sulit untuk melihat hubungan antara ketimpangan ekonomi dan adanya masalah kesehatan dan sosial, kita dapat menggunakan contoh sederhana yang bisa membuat kita memahami masalahnya dengan mudah dan mendalam. Umumnya, untuk menerima sistem perawatan kesehatan yang lebih baik, masyarakat perlu menghabiskan begitu banyak uang untuk berinvestasi dalam asuransi. Ini bukan masalah besar bagi orang yang memiliki kekayaan dalam jumlah besar. Namun, orang-orang yang tidak memiliki keuntungan tersebut cenderung enggan menggunakan uang mereka untuk membiayai perawatan kesehatan mereka. Selebihnya, para korban dari ketimpangan pendapatan juga terpaksa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut dengan melakukan tindakan kriminal demi mendanai biaya hidup mereka. Beberapa dari mereka mencuri atau bahkan menipu orang hanya untuk bertahan hidup dalam kondisi tersebut.

Chart Two

Kemungkinan ketidakstabilan politik

Karena ketimpangan ekonomi menyebabkan kesusahan dalam masyarakat, hal ini akan menghasilkan rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah. Secara keseluruhan, situasi ini akan menyebabkan adanya kerusuhan politik. Dalam beberapa kasus, meskipun tindakan dilakukan untuk memperbaiki kesenjangan ekonomi yang sudah ada, kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah bisa menyebabkan kegagalan dalam program pemerintah yang diajukan sebagai solusi untuk ketidaksetaraan ini. Selebihnya, seperti yang dibuktikan dalam suatu studi yang mempelajari kondisi dalam 70 negara (Alesina & Perotti, 1996), ketidakstabilan politik tersebut akan mengurangi investasi asing langsung, yang merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 

 

Mengingat masalah ini perlu diselesaikan secara tegas, baik pemerintah maupun masyarakat perlu membawa masalah mengenai ketimpangan ekonomi ke pusat perhatian mereka. Tindakan yang bisa dilakukan pemerintah termasuk kemajuan dalam sistem pajak progresif, investasi dalam pendidikan dan pelatihan kerja, dan juga penyediaan bantuan sosial tambahan. Sebagai masyarakat, kita juga bisa berkontribusi dengan membantu kegiatan amal yang bertujuan untuk membantu komunitas yang membutuhkan.

Street Smart Society merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat dengan mengajar pelajaran mengenai literasi keuangan dan keterampilan bisnis kepada komunitas yang kurang mampu. Sumbangan bisa dikirim ke BCA 7105103361 (Marianne Charleen Sabini). Semua dana akan disumbang ke komunitas yang kami bantu.

Referensi

​

Alesina, A., & Perotti, R. (1996). Income Distribution, Political Stability, and Investment. European Economic Review, 40, 1203-1228. https://www.nber.org/papers/w4486 

​

Booth, A. (May 15, 2020). Indonesia’s inconsistent income distribution data. Eastasiaforum. https://www.eastasiaforum.org/2020/05/15/indonesias-inconsistent-income-distribution-data/ 

​

Fontinelle, A. (2020, May 28). Economic inequality. Investopedia. https://www.investopedia.com/economic-inequality-4845459  

Pickett, K. E., & Wilkinson, R. G. (2015). Income inequality and health: a causal review. Social science & medicine, 128, 316-326. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.12.031 

​

World Bank.  (2021, April 6). Indonesia overview. https://www.worldbank.org/en/country/indonesia/overview

​

Tjoe, Y. (2018, August 28). Two decades of economic growth benefited only the richest 20%. How severe is inequality in Indonesia?. The conversation. https://theconversation.com/two-decades-of-economic-growth-benefited-only-the-richest-20-how-severe-is-inequality-in-indonesia-10113

Edited by Vanessa Michaela Jaya, Mochamad Maulia Giffary, and Rafi Rahman Yahdieka.

bottom of page